Hari AIDS Sedunia 2020 : Mengakhiri Epidemi HIV & AIDS di Tengah Gempuran COVID-19

Hari AIDS Sedunia 2020 : Mengakhiri Epidemi HIV & AIDS di Tengah Gempuran COVID-19

Penulis : Yoga Ardianto

Sebuah Refleksi Menuju Zero AIDS 2030

Menjelang di penghujung tahun, pada setiap 1 Desember, seluruh dunia memperingati Hari AIDS Sedunia. Sebagian besar warga dunia bersatu untuk menunjukkan dukungan kepada orang yang hidup dan terdampak oleh HIV, mengenang mereka yang kehilangan nyawa karena AIDS, merefleksikan apa yang sudah dilakukan untuk melawan HIV dan membangun harapan dan mimpi bersama bahwa pada saatnya nanti HIV bisa dikalahkan. Setiap tahun peringatan Hari AIDS Sedunia jamak dilakukan oleh pegiat, aktivis, relawan, orang yang terdampak HIV (ODHA – Orang dengan HIV & AIDS), pemerintah, LSM, akademisi bahkan sampai masyarakat umum yang peduli terhadap HIV dengan berbagai kegiatan demonstratif untuk menunjukkan kepada dunia bahwa HIV masih menjadi ancaman kesehatan sampai saat ini. Mereka (para ODHA) yang selama ini berada di ‘balik tirai’ dan arena ‘pertempuran’ melawan HIV karena stigma dan diskriminasi yang kuat, pada momentum 1 Desember menemukan jalannya untuk menunjukkan ke public dan menjadikannya semacam ‘sinyal peringatan’ tolong jangan jauhi kami – jauhi virusnya bukan orangnya – kami setara dengan anda.

Sejarah Peringatan Hari AIDS Sedunia

Menarik sekali sebelum melangkah ke depan, sejenak kita melihat ke belakang, sampai saat ini sudah seperti apa penanganan AIDS yang sudah dilakukan di tingkat nasional bahkan sampai ke tingkat lokal? Sudah seperti apa kita memperlakukan teman, saudara dan komunitas yang terpapar HIV & AIDS? Bagaimana sebagian kita yang mengerti HIV & AIDS mengedukasi masyarakat tentang bahaya HIV apakah sudah menjangkau masyarakat keseluruhan? Bagaimana stigma dan diskriminasi terhadap ODHA sampai saat ini? Bagaimana dukungan kebijakan, anggaran dan kelembagaan untuk penanggulangan HIV & AIDS? Dan tentunya banyak sederet pertanyaan lain yang akan muncul.

Estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 640.443, tapi yang bisa dideteksi sejak tahun 1987 sd. 31 Maret 2020 hanya 511.955 (sumber P2P Kemenkes RI, Maret 2020)atau 79,94 persen. Itu artinya ada 128.499 Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang tidak terdeteksi. ODHA yang tidak terdeteksi ini jadi mata rantai penularan HIV/AIDS di masyarakat karena mereka tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas pada fisik ODHA dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang khusus merujuk pada penyakit HIV/AIDS. Selain itu merujuk pada data UNAIDS terkait kasus baru HIV di Indonesia pada tahun 2016 terdapat kasus baru 48 ribu, tahun 2017 ada 49 ribu dan di tahun 2019 terdapat 46 ribu kasus baru. Melihat data tersebut bisa dikatakan masih cukup tinggi laju tingkat penularan HIV yang terjadi. Belum lagi kondisi setiap tahun yang selalu muncul, berkaitan dengan ketersediaan ARV di rumah sakit yang dirasakan belum mencukupi bagi ODHA karena distribusi yang terhambat sampai persoalan – persoalan tingkat dewa yang tidak mudah untuk mengurainya misalkan proses impor ARV, ketergantungan pembiayaan ARV pada donor, sampai pada tingkat manajemen distribusi.

Apa yang terjadi sekarang setidaknya mencerminkan apa yang sudah dilakukan di belakang, sehingga hal ini bisa menjadi refleksi bagi kita bersama dan evaluasi untuk aksi selanjutnya. Sekira 10 tahun yang lalu tantangan dan dinamika yang ada tentunya akan berbeda dengan tantangan 10 tahun ke depan, dimana cita-cita zero AIDS 2030 ditasbihkan di tahun 2020 ini yang berbarengan dengan adanya pandemi Covid-19 yang meluluhlantakan sendi – sendi kehidupan umat manusia yang telah dibangun selama ini.

Menuju cita – cita Zero AIDS 2030 di tengah tantangan pandemi Covid-19

Di tahun 2020 ini, dunia dihentakkan dengan adanya pandemi Covid-19 termasuk Indonesia yang menyatakannya pada awal Maret 2020. Hal ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan manusia dalam ranah kesehatan saja, tetapi juga sangat mempengaruhi semua sektor kehidupan manusia.  Pandemi COVID-19 telah menghadirkan tingkat kerentanan hidup yang luar biasa bagi umat manusia dimana segala sesuatu koneksi langsung antar manusia dibatasi, sesuatu yang belum pernah terjadi pada peradaban manusia di abad millennium dan hal ini berhubungan sekali dengan situasi – situasi kritis sosial, ekonomi, HAM, kesetaraan gender dan lainnya.

Selain hal di atas, Covid 19 juga menunjukkan terbangunnya rasa empati, kepedulian dan kerjasama antar sesama manusia, setidaknya memunculkan sikap bersama akan adanya ‘common enemy’ yang harus dihadapi bersama supaya situasi semakin tidak memburuk. Di tengah situasi hantaman COVID-19 seperti itu, penanganan HIV & AIDS mendapatkan beban tambahan dimana semua orang yang bergelut dengan penanganan HIV & AIDS maupun mereka yang terpapar oleh HIV, harus memastikan bahwa mereka harus tetap terlindungi dari COVID-19 di setiap level resiko dan situasi sosial yang dihadapi, karena bila tidak hal itu akan semakin memperburuk situasi dalam berbagai sector, tidak hanya terkait layanan kesehatan HIV saja.

hari aids sedunia

Di tengah tantangan kondisi seperti ini tentunya sesuai dengan tema peringatan Hari AIDS Sedunia diperlukan solidaritas global untuk mencapai akhir AIDS 2030 dengan memastikan sistem kesehatan semakin diperkuat, layanan HIV yang mudah di akses oleh siapapun, pembiayaan yang mencukupi, penghormatan terhadap HAM pada kelompok resiko tinggi dan populasi kunci yang terpinggirkan serta pemenuhan hak perempuan dan anak dalam koridor kesetaraan gender. Solidaritas global ini dibangun tidak hanya dari mereka saja yang berkecimpung dalam penanganan HI, tetapi siapapun bisa berkontribusi positif dalam upaya mengakhiri AIDS di 2030. 

Tentu menjadi harapan semua pihak, dalam kurun waktu 10 tahun mendatang cita – cita (yang ambisius) ini bisa terwujud, melalui percepatan – percepatan strategi penanggulangan HIV yang inovatif, pelibatan – pelibatan banyak pihak dalam berbagai level struktural maupun kultural dan semakin terkikisnya faktor penghambat penanganan HIV terkait dengan stigma dan diskriminasi. Menjadi harapan kita semua 10 tahun ke depan, penanganan HIV menjadi sesuatu yang dinamis, tidak stagnan dan 1 Desember bukan hanya menjadi kegiatan seremonial yang hanya berisi jargon – jargon tanpa perubahan.

Melalui peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19 ini, LGI memberikan penghormatan yang sebesar – besarnya kepada mereka yang telah berjuang di garis depan penanggulangan HIV & AIDS dan mereka kelompok populasi kunci yang berada di tengah – tengah resiko ancaman tertular HIV. Bangun solidaritas global, akhiri AIDS di tahun 2030.

Diunggah oleh : Iwan

Menembus Ruang dan Waktu Di Bootcamp 2020

Menembus Ruang dan Waktu Di Bootcamp 2020

“Mari temukan dan padamkan persoalan yang menyelinap diam-diam ke dalam organisasi dan komunitas kita

Kabupaten Malang – Part 1, (Senin ,16/11/2020). Kalimat di atas merupakan cuplikan di awal dari manual Book kegiatan virtual Bootcamp Indika Foundation yang dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan pelatihan peningkatan pengelolaan organisasi dan program. Membaca kalimat tersebut, bagi kita di pengurus organisasi nonprofit tentunya akan sangat banyak artinya dan selanjutnya akan masuk dalam ruang refleksi pikiran dan batin yang setidaknya mampu menggugah, bagaimana keadaan organisasi kita? Bagaimana perwujudan cita – cita yang diimpikannya? Bagaimana sumberdaya untuk menggerakkan organisasi? Dan tentunya sederet pertanyaan  lain yang muncul.

Nah, pada kesempatan kali ini LGI merupakan salah satu organisasi yang terpilih untuk mengikuti bootcamp Indika Foundation 2020. Ayo intip keseruan kami dan puluhan organisasi lainnya dalam bootcamp ini dan simak permasalahan serta tips bermanfaat bagi organisasi anda. Laporan langsung dari LGI akan tayang dalam skema artikel yang kami kemas dengan tajuk “Menembus Ruang Dan Waktu Di Kamp Pelatihan”

LGI sebagai sebuah organisasi pemberdayaan masyarakat, tidak terlepas dari tantangan situasi dan dinamika internal dan eksternal saat ini. Sebagai sebuah organisasi nonprofit, LGI akan senantiasa aktif dalam mengembangkan kapasitas dan kemampuan organisasi untuk menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi serta mengelola tantanganyang ada. Salah satu fokus yang dilakukan kami adalah memperkuat kapasitas SDM organisasi dalam hal pengelolaan organisasi dan implementasi pelaksanaan program. Dengan kebutuhan seperti itu LGI ikut berpartisipasi sebagai peserta dalam kegiatan virtual Bootcamp yang di organize oleh Indika Foundation yang dilaksanakan secara berseri mulai tanggal 31 Oktober 2020 sampai 4 Desember 2020.

Mendengar kata ‘camp’ tentunya bayangan kita akan mengerucut pada berkumpul/ bertemu bersama melakukan kegiatan pada satu tempat yang khusus atau sudah ditentukan. Tetapi ‘camp’ disini adalah bertemu dalam waktu yang sama dengan ruang yang berbeda dengan bantuan aplikasi teknologi pertemuan virtual yang bernama ‘Zoom’ untuk menyesuaikan dengan kondisi pandemi COVID-19 yang belum berakhir.  Meskipun ada keterbatasan dalam pelatihan online, setidaknya dalam kels Bootcamp ini diikuti oleh 125 organisasi yang tersebar dari Aceh sampai Papua dengan berbagai fokus isu di lingkungan, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, anak, kesehatan, kepemudaan, media, kebijakan, disabilitas, pemberdayaan perempuan & anak, kebencanaan, teknologi dan kekerasan seksual berbasis gender. Lingga Indonesia dalam kegiatan ini mengikutsertakan 3  orang yaitu direktur, head of content dan koordinator pengembangan program.

Apa yang didapatkan dari Bootcamp?

Kegiatan Bootcamp dikemas dengan metode pembelajaran Project-Based Learning yang artinya

  1. Ada banyak diskusi tentang masalah riil organisasi/ komunitas
  2. Sumber belajar beragam; seperti podcast, menonton youtube, membaca artikel dan lainnya
  3. Peserta didorong untuk selalu memikirkan bagaimana materi yang diajarkan selama Bootcamp – seperti perencanaan program dan anggaran, perancangan monitoring dan evaluasi dan pengelolaan sumberdaya manusia dapat meningkatkan kinerja organisasi.
  4. Peserta didorong untuk mengaplikasikan langsung apa yang telah didapat dan membuat perubahan.

Kegiatan Bootcamp ini dikelola oleh pemantik dan fasilitator Indika Foundation dengan sangat menyenangkan dan antusias serta mendorong partisipasi peserta untuk aktif bertanya melalui fitur chat sesi diskusi sampai mentoring yang dibagi perkelas. Diawali dengan pertemuan Kickoff pada hari Sabtu tanggal 31 Oktober 2020, dimana semua hal yang berkaitan dengan kegiatan dari awal sampai akhir dijelaskan dengan gamblang dan detil, bahkan sampai kebutuhan penerjemah bahasa isyarat bagi peserta difabel disiapkan oleh Indika  Foundation. Begitu juga dengan narasumber yang dihadirkan di setiap materi juga sangat berkompeten dalam bidangnya, seperti di hari pertama kegiatan pada Senin, 2-11-2020 materi membuat perencanaan yang berorientasi solusi menghadirkan narasumber Djamilah, Senior Program Specialist-Management Systems International (for HARMONI), memaparkan bagaimana merancang perencanaan program secara komprehensif dan berkesinambungan dan dilanjutkan dengan evaluasi  perencanaan program masing-masing organisasi

bootcamp 2020
IG : bootcamp Indika Foundation

Pada hari kedua, selasa 3-11-2020, dengan topik materi bagaimana mengelola dan memberdayakan anggota organisasi, Indika menghadirkan narasumber Maranu Toto Nugroho, Talent, Organization & Analytics Senior Lead Tokopedia yang menyampaikan materi pengelolaan dan pemberdayaan anggota dan relawan. Kemudian dilanjutkan dengan Ayu Kartika Dewi, Managing Director Indika Foundation, yang memaparkan materi ketrampilan kepemimpinan yang diperlukan organisasi.

Selanjutnya pada hari ketiga, Rabu 4-11-2020, topik materi yang dijadwalkan adalah bagaimana mengelola keuangan organisasi agar stabil dan berkelanjutan. Pada topik materi ini narasumber materi adalah Kurnia Setiani, Senior Financial & Tax Accountant Indika Foundation dan Fahri Amirullah, Vice President Growth Kitabisa, dengan masing – masing memaparkan materi merencanakan dan mengevaluasi perencanaan anggaran dan mengelola penggalangan dana.

Hari keempat, Kamis 5-11-2020, topik materi selanjutnya adalah bagaimana mengukur dampak program. Pada sesi materi keempat ini menghadirkan Lukman Hakim, Head of Monitoring, Learning & Evaluation Tanoto Foundation dan Emilia Savira, Senior Officer for Monitoring & Evaluation Indika Foundation, dengan penyampaian materi langkah – langkah pengukuran dampak program yang efektif  dan dilanjutkan dengan diskusi  evaluasi perangkat monitoring dan evaluasi program yang dimiliki organisasi. Hari kelima, Jumat 6-11-2020, dilanjutkan dengan topik materi bagaimana menyampaikan dampak dan kegiatan organisasi. Pada sesi hari kelima ini narasumber yang dihadirkan adalah Ronny Armando  selaku Director Indika Foundation yang memberikan materi menulis laporan dan proposal program dan narasumber berikutnya Julia Jasmine, Program Manager Rencanamu, memaparkan materi menceritakan dampak dan kegiatan organisasi di media sosial.

Sebagai lanjutan rangkaian pengayaan materi dan lesson learned dari para praktisi platform online yang berkecimpung dalam berbagai konsentrasi isu dengan berbagi informasi kegiatan inovasi yang dilakukan selama masa pandemic Covid-19, pada hari Sabtu 7-11-2020, dilakukan Seminar: Inovasi yang dilakukan organisasi ketika pandemic Covid-19 dengan 7 narasumber, di antaranya adalah Enrico Jonathan – Creative Director Kok Bisa, Hanna Vanya – Curriculum Think Policy Society, Audrey MH –Co-Founder Riliv, Amanda Valani – Head of Content Narasi, Marsya Nurmaranti – Executive Director Indorelawan, Wendy Pratama – Founder & Headmaster Lingkaran dan Raden James Jan MarkusFounder & CEO Bapak2id.

Lantas apa saja hal menarik yang menjadi pembelajaran bersama?

bootcamp 2020Tim LGI yang mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan virtual Bootcamp mendapatkan pembelajaran, dari sekian kali mengikuti kegiatan pelatihan tatap muka atau daring, dalam kegiatan ini bisa cukup banyak bertatap muka secara virtual dengan orang – orang yang berada di balik dapur terciptanya platform online, mendapatkan informasi bagaimana mengelola  sebuah isu/ masalah yang dikemas menarik menjadi sebuah konten dan berdampak terhadap perubahan di masyarakat, mendapatkan informasi  bagaimana saat ini penguasaan teknologi menjadi sebuah keniscayaan dan itu menjadi hal penting bagi organisasi dan bermanfaat untuk mendorong perubahan/ perilaku di masyarakat. Hal ini bagi Lingga Indonesia tentunya akan jadi bara dan gelora semangat untuk berbuat dan berkarya lebih baik lagi dan semoga memberikan manfaat bagi kemanusiaan.  Rangkaian pembelajaran dalam Bootcamp akan berlanjut sampai 4 Desember 2020, maka dari itu pantang pulang sebelum berkembang, Ikuti terus kabar aktivitas kami bersama organisai – organisasi terpilih di Bootcamp Indika 2020. BERSAMBUNG …

Diskusi Publik PRD, Bersitegang Dengan Sinyal Internet Yang Buruk!

Diskusi Publik PRD, Bersitegang Dengan Sinyal Internet Yang Buruk!

Kabupaten Malang – Acara Diskusi Publik semi pelatihan program Pemuda Rembuk Desa (PRD) yang diinisiasi oleh organisasi Lingkar Gagasan Indonesia (LGI) melalui Zoom Cloud Meeting, kamis (12/10/2020), berakhir baku hantam dengan jaringan sinyal yang buruk. Betapa tidak, di sesi awal yang dibawakan oleh narasumber Sri Widayati yang merupakan pengajar Ilmu Komunikasi FISIP Unmer Malang, sinyal masih pro aktif dengan Webinar ini, sehingga paparan maupun praktek dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Sri Widayati, kenapa pelatihan interpersonal itu penting, karena pemuda sebelum ikut berkontribusi dalam pembangunan desa alangkah baiknya pemuda yang merupakan ujung tombak pembangunan desa perlu mengenali potensi dirinya masing – masing.

“Kalau kita bicara tentang personality maka secara otomatis kita akan bicara tentang bakat yang kita miliki, bagaimana cara melihat bakat dan kepribadian kita?! Sebenarnya ada acara mengenal bakat dan kepribadian kita, diantaranya Melalui diri kita sendiri yaitu dengan instropeksi. Kemudian bisa melalui orang lain dengan cara meminta feedback (umpan balik) akan tetapi jangan merasa sakit hati Ketika umpan balik tersebut tidak sesuai dengan harapan kita, jadikan itu sebagai masukan dan bekal untuk memperbaiki.” terangnya

Webinar Pemuda Rembuk Desa

Narasumber juga menjelaskan agar kita tidak sembarangan meminta umpan balik kepada sembarang orang, dikhawatirkan tidak ada perubahan yang signifikan terhadap perubahan perilaku kita.

Sementara itu, narasumber kedua Yoga Ardianto dari Lingkar Gagasan Indonesia (LGI) menjelaskan latar belakang inisiasi program PRD. Dengan suara terbata – bata karena sinyal internet yang tidak menunjukkan kedigdayaannya dalam jaringan, akan tetapi pesan dapat diterima peserta PRD melalui tampilan paparan.

Dalam tampilan slide paparan yang kami tangkap melalui monitor pantau menjelaskan bahwa latar belakang PRD salah satunya adalah, lemahnya pribadi pemuda dalam berkontribusi di pembangunan pedesaan yang disebabkan oleh kurangnya kepercayaan pemerintah desa terhadap pemuda dan rasa minder pemuda itu itu sendiri.

Ibarat berlarian menggapai jaringan sinyal yang bagus, paparan demi paparan terus disampaikan. Kendatipun suara narasumber putus – putus. Dari sini peserta PRD mulai gerah dengan ulah jaringan internet yang tak kunjung stabil, dan mengakibatkan 65% peserta pergi meninggalkan ruangan virtual tanpa permisi.

Dan di sesi ujung, yang merupakan evaluasi kegiatan ini, panitia PRD menyepakati bahwa penyampaian materi tidak maksimal, karena kendala jaringan internet belum lagi factor teknologi yang sebagian besar belum ramah dan familiar terhadap kegiatan dalam jaringan.

Oleh      : Iwan
Pengunggah       : Iwan