PKKMB STIE Al Rifa’ie Malang; Membentuk Mahasiswa Tangguh Tanpa Narkoba dan Anti Kekerasan Seksual

PKKMB STIE Al Rifa’ie Malang; Membentuk Mahasiswa Tangguh Tanpa Narkoba dan Anti Kekerasan Seksual

LINGGAINDONESIA.COM, KABUPATEN MALANG – STIE AL RIFA’IE MALANG menggelar kegiatan Pengenalan Kehidupan  Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) tahun akademik 2022/2023. PKKMB yang dilaksanakan secara tatap muka langsung (luring) tersebut berlangsung dari tanggal 25-27 November 2022  di Wisata Gentong Mas Wajak Kabupaten Malang.

“Manajemen Talenta di Era Digital Mahasiswa”, merupakan tema yang diusung dalam kegiatan tersebut. Di gelaran tersebut kali ini Lingga Indonesia mendapat bagian untuk memberikan materi seputar bahaya narkoba dan kekerasan seksual. Materi ini dirasa penting mengingat penggunaan narkoba oleh penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan 1,8 persen pada 2018 menjadi 1,95 persen di tahun 2021. Materi ini diberikan dengan harapan nantinya kampus bisa menjadi gerbang awal pencegahan penyalahgunaan narkoba, khususnya oleh generasi muda. Kasus penyalah gunaan narkotika di kalangan mahasiswa makin meresahkan saja, sebagai contoh data yang dikeluarkan oleh DPP Asosiasi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena), tingkat prevalensi pengguna narkoba di kalangan mahasiswa masih cukup tinggi. Diperkirakan jumlahnya mencapai 250 ribu orang. 

Untuk itu, seluruh civitas akademika dan keluarga besar perguruan tinggi harus terus menggencarkan upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, pencegahan perundungan, penyebaran intoleransi serta pencegahan korupsi.

Upaya terkait pencegahan penyalahgunaan narkoba saat ini bisa dimasukkan menjadi syarat penerimaan mahasiswa baru. Memasukkan materi pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungan kampus ini sangat penting. Apalagi, saat ini peredaran barang-barang terlarang dengan berbagai modus dan sasaran semakin marak.

Tidak hanya materi narkoba, Anti Kekerasan Seksual juga menjadi paparan penting dalam kegiatan tersebut (PKKMB), masih ingat di tahun 2021 silam kita dikejutkan dengan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berbasis agama? kasus kekerasan seksual terhadap 13 santriwati  pondok pesantren di Bandung  dengan pelaku HW, guru pesantren, yang menjadi sorotan publik sejak kasusnya disiarkan di berbagai media massa di Tanah Air pada 2021. Kasus kekerasan seksual 13 santriwati merupakan bagian dari fenomena gunung es terkait kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama dan berasrama. Kasusnya sendiri sudah berlangsung sejak 2016 dan baru terungkap pada 2021. Sembilan bayi lahir akibat kekerasan seksual tersebut.

Komnas Perempuan dalam CATAHU 2022 juga mencatat jumlah kasus kekerasan yang terjadi di perguruan tinggi sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2021. Dari total 67 kasus yang di adukan sepanjang tahun tersebut, 35% di antaranya adalah kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Kemendikbudristek Dikti melalui Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 akhirnya mengatur ketentuan mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, dengan harapan dapat memberikan kepastian hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Sebagai salah satu implementasi dari kebijakan ini, Perguruan Tinggi harus membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual paling lambat 1 tahun sejak d undangkannya peraturan ini. Implementasi Kebijakan Antitoleransi, Antikekerasan Seksual, Anti perundungan, dan Antikorupsi  tidak lain adalah dalam rangka menciptakan kampus sehat, aman dan nyaman serta peserta didik dan civitas akademika yang berkarakter kebangsaan, toleran dan menghargai perbedaan, salah satunya sudah dilakukan oleh STIE Al Rifa’ie Malang dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan  Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) tahun akademik 2022/2023 tersebut.